Berikut adalah beberapa kiat yang mesti dilakukan sebelum kita bersafar. Tulisan berikut adalah penyempurna dari tulisan rumaysho.com sebelumnya di sini.
Pertama , melakukan shalat istikharah terlebih dahulu untuk memohon petunjuk kepada Allah mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan, teman perjalanan dan arah jalan. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى
الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap
urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau
mengajari surat dari Al Qur’an. ” 1
Ketiga ,
menyelesaikan berbagai persengketaan, seperti menunaikan utang pada
orang lain yang belum terlunasi sesuai kemampuan, menunjuk siapa yang
bisa menjadi wakil tatkala ada utang yang belum bisa dilunasi,
mengembalikan barang-barang titipan, mencatat wasiat, dan memberikan
nafkah yang wajib bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.2
Hal-hal ini perlu disiapkan karena kita tidaklah tahu ajal kita
kapan menjemput. Boleh jadi saat safar, malaikat maut datang menjemput.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ
عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ
بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ Sesungguhnya Allah, hanya pada
sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. ” (QS. Luqman: 34)
Keempat , melakukan safar atau perjalanan bersama tiga orang atau lebih. Sebagaimana hadits,
الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ
“ Satu pengendara (musafir) adalah
syaithan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaithan, dan tiga
pengendara (musafir) itu baru disebut rombongan musafir. ”3 Yang dimaksud dengan syaithan di sini adalah jika kurang dari tiga orang, musafir tersebut sukanya membelot dan tidak taat.4 Namun larangan di sinibukanlah haram (tetapi makruh) karena larangannya berlaku pada masalah adab. 5
Kelima,
mencari teman perjalanan yang baik. Carilah orang yang mengerti agama
sebagai teman di perjalanan. Karena hal itu merupakan salah satu faktor
yang membuat kita diberi petunjuk oleh Allah dan juga menyebabkan diri
terjaga dari berbuat kesalahan selama dalam perjalanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamb bersabda,
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“ Seseorang itu akan mengikuti agama
teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah kalian memperhatikan siapa
yang akan kalian jadikan sebagai teman dekat. ”6 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِىٌّ
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan orang yang beriman. Hendaklah yang menikmati makananmu hanyalah orang yang bertakwa.” 7 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan
teman yang baik laksana orang yang membawa minyak wangi sedangkan teman
yang jelek diperumpamakan seperti pande besi. 8
Keenam,
mengangkat pemimpin dalam rombongan safar yang mempunyai akhlaq yang
baik, akrab, dan punya sifat tidak egois. Juga mencari teman-teman yang
baik dalam perjalanan. Adapun perintah untuk mengangkat pemimpin
ketika safar adalah,
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antaranya sebagai ketua rombongan.” 9
Ketujuh, hendaklah melakukan safar pada waktu terbaik.
Dianjurkan untuk melakukan safar pada hari Kamis sebagaimana kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ka’ab bin Malik, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى
الله عليه وسلم – خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ فِى غَزْوَةِ تَبُوكَ ،
وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis. Dan telah menjadi kebiasaan
beliau untuk bepergian pada hari Kamis. ”10
Dianjurkan pula untuk mulai bepergian pada pagi hari
karena waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah. Sebagaimana do’a Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu pagi,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”11
Ibnu Baththol mengatakan, “Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu
tersebut daripada waktu-waktu lainnya karena waktu pagi adalah
waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal (aktivitas). Waktu
tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk beraktivitas.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan berkah di dalamnya.”12
Juga waktu terbaik untuk melakukan safar adalah di waktu duljah. Sebagian ulama mengatakan bahwa duljah
bermakna awal malam. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah
seluruh malam karena melihat kelanjutan hadits. Jadi dapat kita maknakan
bahwa perjalanan di waktu duljah adalah perjalanan di malam hari13.
Perjalanan di waktu malam itu sangatlah baik karena ketika itu
jarak bumi seolah-olah didekatkan. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ فَإِنَّ الأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ
“Hendaklah kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena seolah-olah bumi itu terlipat ketika itu.” 14
Kedelapan, melakukan shalat dua raka’at ketika hendak pergi15. Sebagaimana terdapat dalam hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا خَرَجْتَ مِنْ مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ
مَخْرَجِ السُّوْءِ وَإِذَا دَخَلْتَ إِلَى مَنْزِلِكَ فَصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَدْخَلِ السُّوْءِ
“ Jika engkau keluar dari rumahmu, maka
lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari
kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau memasuki
rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari
kejelekan yang masuk ke dalam rumah .”16
Kesembilan, berpamitan kepada keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan.
Do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang hendak bersafar adalah,
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
“Astawdi’ullaha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)” 17.
Apabila salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta wasiat karena akan bepergian maka beliau mengatakan kepadanya,
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
“Zawwadakallahut taqwa, wa ghofaro dzanbaka, wa yassaro lakal khoiro haitsuma kunta. ” 18
Kemudian hendaklah musafir atau yang bepergian mengatakan kepada orang yang ditinggalkan,
أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ وَدَائِعُهُ
“Astawdi’ukallahalladzi laa tadhi’u wa daa-i’ahu (Aku menitipkan kalian pada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya).” 19
Kesepuluh, ketika keluar rumah dianjurkan membaca do’a:
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya)20.
Atau bisa pula dengan do’a:
اللَّهُمَّ
إنِّي أَعُوذ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ،
أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عليَّ
“Allahumma inni a’udzu bika an adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya”
[Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau
disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan
orang lain, dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari
kebodohan diriku atau dijahilin orang lain] 21.
Pembahasan lainnya tentang safar, silakan lihat di sini:
Semoga sajian ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
1 HR. Bukhari no. 7390.
2 Adab pertama sampai ketiga dijelaskan dalam Al Ghuror As Saafir fiima Yahtaaju ilaihil Musaafir, hal. 15-16.
3
HR. Abu Daud no. 2607, At Tirmidzi no. 1674 dan Ahmad 2/186. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah
Ash Shohihah no. 62.
4 Lihat Fathul Bari, 6/53 dan penjelasan Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 62.
5 Lihat perkataan Ath Thobari yang dibawakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 6/53.
6 HR. Abu Daud no. 4883 dan Tirmidzi no. 2378. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
7 HR. Abu Daud no. 4832 dan Tirmidzi no. 2395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
8 HR. Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628, dari Abu Musa Al Asy’ari.
9 HR. Abu Daud no. 2609. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
10 HR. Bukhari no. 2950.
11
HR. Abu Daud no. 2606 dan At Tirmidzi no. 1212. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya (baca:
shahih lighoirihi). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no.
1693.
12 Syarhul Bukhari Libni Baththol, 9/163.
13 Lihat ‘Aunul Ma’bud, 7/171.
14
HR. Abu Daud no. 2571, Al Hakim dalam Al Mustadrok 1/163, dan Al
Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 5/256. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shahihah no. 681.
15 Lihat pembahasan dalam Jaami’ Shohih Al Adzkar, hal. 153.
16 HR. Al Bazzar, hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 1323
17
HR. Abu Daud no. 2600, Tirmidzi no. 3443 dan Ibnu Majah no. 2826.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah
Ash Shahihah no. 14 dan 15.
18 HR. Tirmidzi no. 3444. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
19 HR. Ibnu Majah no. 2825. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
20
HR. Abu Daud no. 5095 dan Tirmidzi no. 3426, dari Anas bin Malik.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At
Targhib wa At Tarhib no. 1605.
21
HR. Abu Daud no. 5094 dan Ibnu Majah no. 3884, dari Ummu Salamah.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At
Targhib wa At Tarhib no. 2442.sumber : https://rumaysho.com/1890-persiapan-sebelum-safar.html
0 komentar:
Posting Komentar